Kamis, 05 Juli 2018

Bayangmu di balik Pintu

2 Juli 2017. Malam itu saat akhirnya aku tidak melihat bayang mu di balik pintu, saat itu aku bimbang Antara perasaan bersyukur karena akhirnya dapat tidur tanpa terganggu bayang-bayang dirimu dan perasaan takut akan hilangnya bayangmu, aku takut jika hilangnya bayangmu adalah tanda aku tidak dapat melihat mu lagi. Malam itu, diantara kebimbangan aku memilih tidur.

Malam sebelumnya, 1 Juli 2017 saat terakhir aku melihat bayang mu di balik pintu, senyum mu samar-samar terlihat, senyum yang menuntunku untuk ikut tersenyum, senyum terakhir yang dapat ku ingat sebelum bayangmu di balik pintu hilang. Hari itu adalah hari terakhir mata ku melihat mu masih bernafas.

Hari itu kau pulang bersamanya, meninggalkan rumah ku dalam keadaan baik baik saja, masih teringat kalimat terakhir yang ku dengar sangat kau berpamitan pulang, masih teringat bagaimana santainya dirimu menjawab pertanyaan anak bodoh ini " tidak, tahun depan aku telah tiada" saat itu orang orang menganggapmu sedang melucu, namun anak bodoh ini tahu bahwa kau sedang mengungkapkan kenyataan pahit.
Kau mengungkapkan kenyataan pahit bersama senyuman kecil. Ah, saat itu pula aku mulai gila.

2 Juli 2017. Malam itu saat akhirnya aku tidak melihat bayang mu di balik pintu, saat itu aku bimbang Antara perasaan bersyukur karena akhirnya dapat tidur tanpa terganggu bayang-bayang dirimu dan perasaan takut akan hilangnya bayangmu, aku takut jika hilangnya bayangmu adalah tanda aku tidak dapat melihat mu lagi. Malam itu, diantara kebimbangan aku memilih tidur.

3 Juli 2017. Siang itu tak ada kata yang terdengar dari panggilan telponnya, hanya rintihan tangis yang semakin keras dan perlahan berubah menjadi teriakan frustasi. Kami berusaha memahami apa yang terjadi sampai sebuah suara dengan lirih mengatakan bahwa kau telah tiada, saat itu kami hanya diam dan saling menatap. Entah apa yang dipikirkan orang-orang didepan ku, hanya saja saat itu aku sadar bahwa kemarin adalah saat terakhir aku melihat bayang mu di balik pintu - benar benar saat terakhir.

Tanpa tangisan, tanpa suara aku menatapmu, kau sudah tak bernafas namun aku masih bisa merasakan kehangatanmu.

Hari itu, aku lupa caranya menangis. Aku hanya mampu mengingat senyum samarmu di balik pintu saat terakhir aku melihat bayang mu. Benar.. Bayangmu yang terakhir, senyum terakhir itu, senyum yang memintaku untuk selalu tersenyum dan tidak menangis.

Tanpa tangisan, aku mengantar mu kembali ke pemilik alam.

Aku tak menangis, aku benar-benar lupa cara menangis, aku hanya tersenyum, tertawa, tersenyum, tertawa, ku kira semua baik baik saja, sampai orang-orang berkata bahwa aku tidak baik-baik saja.

Ternyata kehilangan tak selalu menghadirkan tangis, namun kehilangan selalu meninggalkan luka.

Luka itu masih ada hingga hari ini.

Hingga hari ini aku masih tidak menangis untuk mu,
Hingga hari ini, walau sudah 1 tahun kepergianmu, aku tidak mampu menangisi kepergianmu,
Hingga hari ini hanya senyuman yang muncul saat mengingat kepergianmu.

Hingga hari ini, senyum terakhir bayangmu di balik pintu masih  membuatku tersenyum.

I miss you, aku akan melakukan yang terbaik ❤

Selasa, 16 Januari 2018

Peti Harta Karun

Setiap manusia memiliki cerita yang merupakan hasil kehidupannya, terkadang cerita itu perlu di ceritakan agar beban manusia berkurang, agar manusia itu tidak menjadi gila.

Jika di ibaratkan dengan benda, cerita setiap manusia mungkin layaknya peti harta karun yang di buru bajak laut. Peti harta karun selalu disembunyikan dengan sangat hati-hati, tergembok dengan kunci gembok yang berada di negeri seberang, dan jangan lupakan bahaya yang dilalui untuk mendapatkannya.

Siapa yang bisa membuka peti harta karun? Ah, tentu saja si pemilik kunci.

Begitu pula dengan cerita seorang manusia.
Bagaimana bisa cerita mu didengar manusia lain jika kau tidak memberikan kunci cerita mu kepada  manusia lain?. Bagaimana bisa manusia lain membuka gembok apabila tidak memiliki kunci gembok itu?. Pada akhirnya ketika tidak ada yang bisa membuka ceritamu, kau akan kelebihan beban, tertekan, marah, depresi, mungkin juga gila. Lalu menyalahkan manusia lain, mengatakan mereka teman yang buruk, mereka tidak memperhatikanmu, mereka tidak menjadi teman yang baik, dan prasangka buruk lainnya.

Hah... Perlu diingat, sebuah cerita manusia adalah privasi/Harta Karun/tidak semua manusia bisa menyentuhnya.
Beberapa manusia bisa menyentuhnya karena memenuhi syarat dan memperoleh ijin. Yaa... Syarat & Ijin itu ibarat kunci gembok.

Bahkan teman terdekatmu pun tidak akan mampu membukanya jika kamu tidak memberikannya kunci. Benar bukan?

Tunggu !! Jika tidak ada kunci kita bisa membuka gemboknya dengan paksa, ya buka dengan paksa harta karun itu. Boleh kah? Entah lah kalian pemilik harta karun lah yang berhak menentukan...

Tetapi jangan pernah lupakan, bahwa apa yang di buka dengan paksa akan menjadi rusak. Dan apappun yang dipaksakan tidak selalu berakhir baik, namun terkadang juga tidak berakhir buruk.
Yaa... Tetap saja konsekuensi selalu ada.

Jika di ibaratkan sebuah benda cerita manusia adalah sebuah peti harta karun yang tergembok dengan kunci gembok yang berada di negeri seberang, dan jangan lupakan bahaya yang dilalui untuk mendapatkannya.
Lalu jika gembok itu di buka paksa, sama halnya dengan tidak sopan karena ingin tahu cerita kehidupan manusia lain. Dan banyak manusia yang tidak suka pada manusia manusia yang suka tidak sopan. Bukankah begitu?

Saat manusia memiliki beban cerita di kehidupnya, dia harus membuat pilihan..
1. Menyimpanan sendiri, benar benar harus kuat menerimanya sendiri tanpa menyalahkan ketidak tahuan orang lain.
2. ‎Memberikan ijin ke manusia lain untuk mendengarkan ceritamu, setidaknya itu melepas beban.
Atau buat pilihan baru yang belum tersedia di dalam list pilihanmu.

Bayangmu di balik Pintu

2 Juli 2017. Malam itu saat akhirnya aku tidak melihat bayang mu di balik pintu, saat itu aku bimbang Antara perasaan bersyukur karena akhi...